Kamis, 30 Oktober 2008

Rabu, 29 Oktober 2008

GIOVANNI & RENATA StraDADA




The third Mail Art from Ravenna, Italia on 20 Oct 008. Thank you so much for this inspiring mail art to Giovanni and Renata. We are thinking to have a live music for your Music compose on the Grand opening Exhibition. again Thanks Alot !

CLAUDIO GRANDINETTI


The Second Mail Art arriving 16 October 2008 from Cosenza, Italia !!!! Art Work of Claudio Grandinetti !!!! Gracie for this enchanting postcard !!!!! I will be looking for your new project !!!
check more of his web : www.claudiograndinetti.blogspot.com

RYOSUKE COHEN


First Mail Art Arriving at 15 October 2008 from Japan, Ryosuke Cohen. As Usual, very Interesting imaginary of Brain Cell Art ! Arigato Sensei !!

Minggu, 12 Oktober 2008

WHAT IS SOS ?

What is SOS ?

SOS ( Sanggar Olah Seni ) was an open art studio in Bandung, west java.
Located in a very natural surrounding by Tress of all kinds, from Pine to Palm, The Basil or Babakan Siliwangi forest reserve area just in the heart of Parisj Van Java, Bandung.
The Weather was absolutely fantastic during the morning,
when the sun rise, it was all cover with the magnificent colour reminding us how almighty this Nature power can hynotize us to imagine the look of heaven.
Dont doubt the Sunset, you will amazed too.
Many well knows Bandung artist which was recognize internationally, start their artistic journey from this humble place, the SOS.

Jumat, 03 Oktober 2008

Picture of SOS

PICTURE OF SOS




some of the Artist's work in SOS


The Works of young Artist, where the Artist of SOS help to make the kids to get more creative



Some of the works





At The first room




Other works..



Monalisa in the mind of the SOS's artist





Sculpture, Theater, Music everything you want to know about Art, Come and meet in SOS


The Natural Green plantation at the walk path to SOS


The walk path to SOS, you can see theres another Art Gallery


SOS OPEN STUDIO, with 6 rooms alltogether,








SOS ( Sanggar Olah Seni ) artists claim remnant forest area

SOS artists claim remnant forest area

Archipelago - August 25, 2008

Yuli Tri Suwarni, The Jakarta Post, Bandung

At least 130 artists at Sanggar Olah Seni (SOS) artists complex in the Babakan Siliwangi reserve, Bandung, have rejected a municipal's plan to evict them to make way for a large restaurant.

"This complex is the artists' life, uniting us with nature. Why is the municipality sacrificing us and the city forest for the sake of money," SOS spokesman Syarief Hidayat said Friday at the complex.

"Here, under the trees we can work and get inspiration. It's like a 'spiritual oasis' for artists to produce their work," he said.

Artists wanted to defend the complex, Hidayat said, which had been there around 26 years, also in an effort to conserve the area which is said to be the last remaining patch of forest in Bandung.

The artists received a letter from the municipality tourism agency urging them to relocate to a new art center, one kilometer away.

"The new place has lots of kiosks and is in a noisy area. If it's just for selling art work, we can do that anywhere," he said.

Earlier, Bandung Tourism Agency head Askary Wirantaamadja said his office had told artists they would be relocated to Tamansari art market.

"We have prepared kiosks at the market. They would be more visible to buyers, and thus it would be easier for the artists to market their work," Askary said.

Separately, municipal spatial planning and public works head Juniarso Ridwan confirmed that his office had given building permission to a restaurant in the Babakan Siliwangi reserve.

"Yes, the permit is just for a restaurant," said Juniarso, responding to a rumor that a cottage, student and lecturer residences as well as 24-story apartment would be built at the site.

The permit to build the restaurant was reportedly given to developer PT Esa Gemilang Indah, a subsidiary of Istana Group.

The 1.6 hectare site with old and dense woodlands has many water resources which have never dried up during the dry season. Geologists say these water resources were the last in the area.

The municipality has already begun efforts to evict the artists from the site.

On Oct. 15, 2004, a group burned down an installation piece created by noted artist Tisna Sanjaya in the complex. The fire also razed several trees in the city forest.

Besides the SOS artist complex, Lebak Siliwangi sub-district office (next to SOS) would also be evicted.

" We were not informed that the building permit for the restaurant had been issued," subdistrict secretary Sulaeman said.

The subdistrict office was relocated to that site from the lower part of the reserve in 1992 when the Bandung Institute of Technology built the Sasana Budaya Ganesha multi-function sports center.


http://old.thejakartapost.com/yesterdaydetail.asp?fileid=20080825.G02

Baksil Mulai Ditanami Pohon


Selasa, 23/09/2008 11:17 WIB


Baksil Mulai Ditanami Pohon

Andri Haryanto - detikBandung





Bandung - Aksi nyata mewujudkan Babakan Siliwangi sebagai ruang terbuka hijau (RTH) dimulai. Sekitar lima puluh orang dari berbagai komunitas, sejak pukul 08.00 WIB, Selasa (23/9/2008) bersama-sama melakukan penanaman pohon.

Seperti direncanakan sebelumnya, pada hari ini ditargetkan akan ditanam 200 batang pohon dari berbagai jenis pohon kayu dan buah. Hadir beberapa perwakilan dari KM ITB, mahasiswa Teknik Lingkungan ITB, Masyarakat Peduli Babakan Siliwangi di antaranya Tisna Sanjaya, Tedy Rusmawan, Gustaff H Iskandar, Ridwan Kamil, Aat Soeratin juga Ketua Sanggar Olah Seni (SOS) Syarif Hidayat.

"Ini adalah upaya konkrit dari apa yang dikedepankan warga Bandung selama ini yaitu menolak pembangunan rumah makan Babakan Siliwangi. Terlebih ini adalah ruang terbuka hijau," kata Tedy Rusmawan sesaat sebelum mulai menanam.

Ditambahkan Tedy, isu penghijauan sering kali dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk meredam reaksi negatif atas suatu rencana pembangunan. Namun seperti yang terjadi di Punclut, bangunan fisik justru menghilangkan ruang hijau. Hal tersebut ditegaskannya tidak boleh terjadi di Baksil.

"Walau bagaimana pun, Baksil tidak bisa jadi daerah komersil. Harus jadi ruang terbuka hijau. Karena tidak ada lagi ruang terbuka hijau di Baksil di Kota Bandung," tandasnya.

Untuk proses penanaman, para peserta bebas menentukan titik di mana ia akan menanam dengan jarak yang tidak terlalu rapat. Lubang digali sedalam setengah meter dan diameter juga setengah meter. Titik-titik penanaman masih terfokus dari arah pintu masuk Siliwangi hingga sekitar daerah parkir kolam renang.

Sebelum aksi penanaman ini, pekan lalu mahasiswa ITB menggelar aksi bersih-bersih. Selanjutnya Gerakan Pembibitan Penanaman Pemeliharaan dan Pengawasan Lingkungan Hidup (GP4LH) kemarin membabat semak belukar yang rencananya akan ditanami 1.900 pohon.

Dibandingkan kondisi sebelumnya, Babakan Siliwangi kini terlihat lebih terang di beberapa titik seperti di bekas rumah makan Baksil. Puing-puing bangunan yang terbakar tahun 2004 itu terlihat jelas. Karena itu, titik ini pun jadi salah satu sasaran penanaman pohon.(lom/lom)

http://bandung.detik.com/read/2008/09/23/111712/1010874/486/baksil-mulai-ditanami-pohon

Sepenggal Cerita Babakan Siliwangi

Sabtu, 23/08/2008 12:11 WIB

Sepenggal Cerita Babakan Siliwangi

Ema Nur Arifah - detikBandung

Bandung - Papan nama usang berwarna biru muda yang pudar disertai warna karatan di beberapa bagian terpancang dengan tulisan Rumah Makan Babakan Siliwangi sedikit bersembunyi di balik dedaunan. Namun papan inilah yang menunjukan kawasan ini sebagai Babakan Siliwangi, paru-paru kota yang selalu menuai kontroversi.

Rumah makan ini berdiri di lahan yang disebut Lebak Siliwangi. Akibat kebakaran tahun 2003 lalu, yang tertinggal hanya reruntuhan.

Berada di persimpangan Jalan Cihampelas, Jalan Ciumbuleuit, dan Jalan Tamansari. Dari luar tak tampak seperti tempat wisata. Tukang tambal ban menyambut kedatangan kala memasuki kawasan ini. Kemudian kios kecil dengan baju-baju bergelantungan di tali jemuran.

Menuruni beberapa anak tangga atau tanah yang melandai sampai pulalah di Jalan besar yang menghubungkan Jalan Cihampelas dan Jalan Ganesha. Jalan yang diapit oleh rimbunnya pepohonan.

Dua galeri seni berdiri berdampingan. Di kedua galeri yaitu Mitra Art Center dan Sanggar Olah Seni (SOS) ini tampak beberapa orang tengah memulaskan warna di atas kanvas. Mungkin hanya dua galeri inilah yang masih memberikan identitas bahwa tempat ini sebuah kawasan wisata.

Menurut Ketua SOS, Syarif Hidayat asal mula nama Lebak Siliwangi adalah Lebak Gede. Walikota Bandung saat itu, Otje Djunjunan melihat kawasan Lebak Siliwangi potensial untuk dijadikan tempat wisata.

Maka pada tahun 1970-an dibuatlah rumah makan dengan nama Rumah Makan Babakan Siliwangi. Dari sana pula pemerintah Jawa Barat melihat wisata lainnya. Maka atas gagasan seniman Popo Iskandar, Barli, Tony Yusuf dan seniman lainnya Sanggar Seni SOS didirikan pada 1982. Peresmiannya dilakukan oleh Menteri Pariwisata saat itu Jove Ave.

Kedua galeri ini menawarkan pembelajaran dan pembinaan akan seni, tak hanya seni rupa tapi juga teater, musik dan seni lainnya. Diciptakan sebagai ruang budaya antara seniman dan masyarakat.

Syarif menuturkan, setiap bulannya pada minggu pertama di tempat ini biasa diadakan seni adu domba. "Kalau dulu adu domba ini lebih sering dilakukan lagi," jelasnya.

Menyusuri jalanan hingga menembus Jalan Cihampelas, kawasan ini terlihat tidak begitu terawat. Kawasan yang secara geologi sebagai tempat resapan air ini tercatat sebagai salah satu kawasan terbuka hijau di Kota Bandung.

Pohon-pohon rimbun hijau hampir memenuhi keseluruhan wilayah. Dingin dan sejuk jika dibandingkan kawasan olahraga Sabuga yang berbatasan langsung dengan kawasan ini yang tampak panas, gersang dan berdebu. Namun di beberapa titik tampak tumpukan-tumpukan sampah di antara pepohonan yang juga tidak tertata. Reruntuhan bangunan yang tak lagi terjamah serta beberapa gubug kecil berdiri menjadi 'penghias' lain.

Untuk tempat seluas itu, hanya seorang perempuan bernama Eli yang dipercaya pemerintah untuk menjaga tempat ini. Dia mengaku menggantikan suaminya yang dulu menjaga tempat ini. "Saya menjaga agar tempat ini tidak digunakan oleh orang yang macam-macam," jelasnya.

Eli juga mengaku tidak ada yang menjaga datang untuk melakukan pemeliharaan lingkungan di tempat ini.

Menurut Pengelola Mitra Art, Herman R Suwarna yang memelihara lingkungan masih hanya orang-orang yang tinggal di kawasan ini termasuk para seniman. Herman mengusulkan penerpaan konsep eco wista di Babakan Siliwangi, misalnya dengan menata pohon dan memberikannya nama latin untuk menambah wawasan pengunjung.

Tahun 2001 lalu, penataan dan pengelolaan kawasan ini menjadi kawasan wisata terpadu dicetuskan Walikota Bandung saat itu, Aa Tarmana. Di dalamnya akan dibangun apartemen, wahana kawula muda, pusat seni, serta rumah makan.

Perencanaan yang sudah menggandeng developer PT EGI ini menjadi kontroversi baru meski PT EGI menjanjikan akan melakukan penataan terhadap pohon-pohon di tempat ini.

Kontroversi itu kini kembali mencuat. Berbagai kepentingan saling bersuara untuk mendudukan kawasan ini pada posisi semestinya. Posisi dari sudut pandang yang berbeda di mata pemerintah, pengembang, seniman dan masyarakat.

Semua memiliki dalih dan kepentingan termasuk kekhawatiran para masyarakat dan seniman akan terancamnya kembali satu paru-paru kota. Sekaligus hilangnya satu wilayah kreatifitas yang menjadi media pembelajaran bagi tangan-tangan pecinta seni.

Memang, oase hijau ini seperti kue lezat yang memikat. Dalam perjalanannya menuai kontroversi panjang dengan mempertanyakan, siapa yang akan menikmati kue lezat ini nanti?
(ema/ema)

http://bandung.detik.com/read/2008/08/23/121141/993175/490/sepenggal-cerita-babakan-siliwangi


Seniman Krisis Ruang Publik

Seniman Krisis Ruang Publik
Kasus Babakan Siliwangi Pertanda Minim Kepekaan
Jumat, 19 September 2008 | 14:00 WIB

Bandung, Kompas - Seniman di Bandung masih terkendala ruang publik yang layak untuk memamerkan karya seni. Penyebabnya antara lain minimnya ketersediaan lahan dan tingginya biaya sewa tempat. Kondisi tersebut dikhawatirkan dapat mematikan kreativitas seni.

Pelukis, Andi Sopiandi, Kamis (18/9) di Bandung, mengatakan, dalam sekali pameran perlu biaya minimal Rp 10 juta. Itu sudah termasuk biaya publikasi, terutama pembuatan poster dan pamflet.

Biaya penyelenggaraan pameran yang mahal menjadi kendala terbesar. Apalagi, uang yang dikeluarkan sering tidak setimpal dengan hasil yang diperoleh. Beberapa tempat, seperti Rumentang Siang dan Galeri Kita, dianggap minim perhatian, khususnya tata letak atau pencahayaan.

"Dengan segala keadaan ini, tindakan Pemerintah Kota Bandung membangun rumah makan di Babakan Siliwangi sebenarnya harus dipertanyakan. Ruang yang sudah sedikit tentu akan semakin berkurang. Seniman di Kota Bandung akan semakin kesulitan mempertahankan eksistensinya," katanya.

Pelukis, Arman Jamparing, menegaskan, Bandung masih minim tempat pameran yang layak pakai bagi seniman. Hal itu menyebabkan kerugian pendapatan dan nama baik daerah. Seni sebagai salah satu investasi tidak tergarap maksimal.

Tergilas daerah lain

Selain kehilangan pendapatan dari kedatangan turis, kesenian warga Jabar bisa tergilas daerah lain. Keprihatinan ini, menurut Arman, harus segera dikritisi pemerintah daerah. Rencana pembangunan rumah makan di Babakan Siliwangi, misalnya, bertentangan dengan ketersediaan ruang publik di Bandung.

"Mereka seharusnya melihat langsung kondisi kesenian hingga tingkat paling bawah. Semua pihak sudah bosan dengan janji kampanye memajukan seni Bandung dan Jabar yang kenyataannya tidak pernah terwujud," ujarnya.

Menanggapi ini, pengelola Galeri Soemardja, Aminudin Siregar, memaklumi bila banyak seniman mengeluhkan tingginya dana untuk mengadakan suatu pameran. Karena itu, khususnya Galeri Soemardja, Aminudin tidak mau menganggap masalah finansial menjadi alasan utama suatu pameran.

Di Galeri Soemardja, tidak ada syarat tinggi dan khsusus pada karya yang layak tampil. Yang penting, karya bisa dinikmati masyarakat seluas-luasnya.

"Ke depan, pemerintah diharapkan mendorong swasta terjun membangun galeri komersial. Salah satunya memudahkan peraturan membangun dan melindungi fasilitas kesenian. Cara ini diyakini menaikkan nilai ekonomi kesenian Jabar," katanya.

Menurut Koordinator Museum Barli, Syarif Hidayat, permasalahan keterbatasan dana dan ruang memang menjadi hal yang tidak pernah usai, bahkan terus menjadi kegelisahan banyak seniman di Bandung.

Akibatnya, banyak karya baru urung muncul dinikmati publik akibat minimnya saran pendukung. Maka, sebagai salah satu pengamalan atas pesan almarhum Barli, pihaknya membuka kesempatan seluas-luasnya bagi semua orang dari berbagai latar belakang yang ingin belajar bermacam-macam seni. (CHE)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/09/19/14002990/seniman.krisis.ruang.publik.

Paksa Seniman Keluar dari Baksil, Itu Bentuk Intimidasi'


Jumat, 05/09/2008 14:34 WIB

'Paksa Seniman Keluar dari Baksil, Itu Bentuk Intimidasi'
Erna Mardiana - detikhot



Bandung
Ancaman Pemkot Bandung untuk mengeluarkan paksa seniman di Babakan Siliwangi (Baksil), dianggap sebagai bentuk intimidasi. Seharusnya pemerintah mencari jalan keluar yang win-win solution, bukan memaksakan kehendak.

Hal itu dikatakan Ketua Sanggar Olah Seni (SOS) Baksil Syarief Hidayat saat dihubungi detikbandung melalui telepon, Jumat (5/9/2008). "Katanya akan mencari win-win solution, tapi malah mengancam akan paksa keluarkan kami. Ini sama saja dengan bentuk intimidasi," tegasnya.

Menurut Syarief hingga sampai saat ini pemerintah belum mau diajak untuk dialog. "Kami belum mengetahui secara jelas blue print mereka. Hingga saat ini belum ada kejelasan apa-apa," katanya.

Dia mengungkapkan Pemkot Bandung melalui Dinas Pariwisata dan Budaya Bandung melayangkan surat pada 15 Mei lalu yang isinya meminta seniman di Baksil untuk segera mengosongkan Baksil hingga batas akhir 25 Mei.

"Tapi kami tolak dengan melayangkan surat keberatan. Dan hingga saat ini belum ada lagi surat dari Pemkot," tandasnya.

Syarief menyesalkan perkataan Kadisbudpar Kota Bandung M Asykari yang menyatakan jika para seniman di Baksil tak punya hak tinggal di tempat itu.

"Kami punya kok legal aspeknya. SOS diresmikan langsung oleh Dirjen Pariwisata pada 1982. Apa itu bukan legal aspek?" cetusnya.

Sebelumnya, M Asykari menyatakan akan mengeluarkan paksa para seniman jika mereka keukeuh menolak relokasi.(ern/ern)

http://www.detikhot.com/read/2008/09/05/143403/1001058/486/paksa-seniman-keluar-dari-baksil-itu-bentuk-intimidasi

Rabu, 01 Oktober 2008

Senin, 01/09/2008 11:04 WIB '


Bersihkan' Baksil, SOS Dipecah

Salomo Sihombing - detikBandung



-->Bandung - Salah satu komunitas yang bersikeras mempertahankan Babakan Siliwangi sebagai ruang terbuka hijau adalah Sanggar Olah Seni (SOS). Namun SOS pun harus mempertahankan diri dari perpecahan.Adanya upaya untuk memecah belah SOS diungkapkan Ketua SOS Syarif Hidayat dalam acara botram (makan siang di taman) bersama komunitas-komunitas yang peduli Baksil di Babakan Siliwangi, Minggu (31/8/2008)."Teman-teman Sanggar Olah Seni sudah dipecah-belah. Oleh pemerintah, para seniman yang mau pindah dari Baksil difasilitasi untuk menggelar acara di Jakarta. Disbudpar juga menunjuk langsung orang baru yang kapasitasnya dipertanyakan untuk memimpin SOS," ujar Syarif.Hal ini, dijelaskan Syarif, adalah cara penguasa yang ingin memaksakan kepentingan pengusaha kepada publik dan komunitas seniman di Baksil. Para seniman diminta untuk pindah ke Pasar Seni Taman Sari, sehingga rencana pembangunan di Baksil tidak ada yang menghalangi."Kita mau dipindahkan seperti memindahkan ayam. Babakan Siliwangi ini punya nilai sejarah besar. Seniman-seniman besar kita dulu berangkat dari sini, tidak bisa begitu saja menggusur tempat bersejarah ini untuk dibangun yang katanya rumah makan," tandasnya.(lom/lom)

Senin, 01/09/2008 09:00 WIB



Manifesto dari Masyarakat Peduli Babakan Siliwangi

Salomo Sihombing - detikBandung




-->Bandung - Sekitar tiga puluh perwakilan dari berbagai komunitas di Bandung, sepakat membentuk wadah Masyarakat Peduli Babakan Siliwangi. Sebuah manifesto pun diusung yang intinya menolak komeresialisasi Baksil.Pernyataan kesepakatan bersatu dalam wadah Masyarakat Peduli Babakan Siliwangi, dilakukan pada Minggu, (31/8/2008), dihadiri berbagai komunitas yang peduli terhadap eksistensi Babakan Siliwangi, sebagai ruang terbuka hijau yang juga memiliki peran besar dalam sejarah seni Indonesia."Sudah banyak fakta yang menunjukkan Bandung dibangun dengan gaya yang kontroversial. Gedung-gedung bersejarah satu per satu musnah, Sanggar Olah Seni yang ada di Baksil ini, adalah sanggar bersejarah yang melahirkan seniman besar. Tetapi dengan seenaknya saja ingin dipindahkan seperti memindahkan pasar," ujar Tisna Sanjaya yang juga menginisiasi pertemuan. Di antara yang hadir juga terdapat perwakilan dari Walhi, Sanggar Olah Seni, Komunitas Ujung Berung, akademisi ITB dan Unpad, komunitas arsitektur dan lainnya.Selain ancaman hilangnya salah satu nilai sejarah seni, pengembangan di kawasan Baksil oleh PT Esa Gemilang Indah (Istana Grup) juga diyakini berdampak negatif terhadap lingkungan. Karena itu Masyarakat Peduli Babakan Siliwangi pun sepakat menandatangani manifesto yang berisi empat poin.Poin pertama, Bandung adalah milik bersama. Oleh karena itu setiap warga Bandung berhak untuk ikut berpartisipasi dalam menentukan masa depan kotanya. Kedua, Pemerintah kota mengemban amanah agar membawa Bandung menjadi kota yang memiliki tingkat kenyamanan berhuni, sosial dan ekologis yang sangat tinggi.Ketiga, Sebagai salah satu syarat untuk mencapai tingkat kenyamanan berhuni adalah disediakannya ruang terbuka hijau yang tidak saka berfungsi sebagai paru-paru kota, tapi juga untuk kepentingan sosial warga kota dalam berkehidupan sehari-hari.Keempat, Pemerintah kota Bandung harus mampu mencapai target ruang terbuka hijau sebesar 30 persen dari luas total kota. Oleh karena itu Babakan Siliwangi sebagai bagian dari sistem ruang terbuka hijau Bandung harus dipertahankan keberadaannya. Kelima, Menolak komersialisasi Babakan Siliwangi.Usai ditandatangani yang hadir, rencananya manifesto tersebut akan ditebar untuk menampung respon dan kepedulian masyarakat terhadap Babakan Siliwangi.
di ambil dari kompas tanggal : Selasa, 04 Februari 2003

http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0302/04/daerah/113106.htm

Babakan Siliwangi, Hutan Kota yang Terancam Hilang

DI antara rimbunnya pepohonan yang berdiri kokoh di sisi kiri dan kanan jalan yang lebarnya sekitar empat meter, dua anak perempuan berlari-lari sambil bergandengan tangan. Di sebelah kanan kedua gadis cilik yang masih mengenakan seragam sekolah dasar (SD) itu berdiri beberapa bangunan yang di depannya terpampang sebuah papan nama "Sanggar Mitra Wisata". Di dinding bangunan-bangunan itu tertempel puluhan lukisan yang umumnya beraliran realisme karya para pelukis lokal Kota Bandung.
Masih di sisi jalan yang sama, sekitar 10 meter dari sanggar yang berdiri tahun 1976 itu, berdiri pula bangunan lain yang juga dihiasi berbagai lukisan di dindingnya. Dalam sebuah bangunan yang berbentuk saung itu, beberapa seniman muda yang tergabung dalam Sanggar Olah Seni (SOS) itu asyik melukis, mengekspresikan kemampuan mereka di atas kanvas.
Ada kesamaan di antara kedua sanggar itu. Keduanya adalah sebuah "sanggar terbuka" yang disediakan bagi mereka yang memiliki perhatian di bidang seni. "Siapa pun orangnya, boleh datang ke sini untuk menyalurkan bakat seni mereka. Komunitas di sini memang diprioritaskan bagi mereka yang tidak memiliki latar belakang pendidikan seni, tetapi punya bakat," ujar Aming D Rachman dari Forum Apresiasi Bandung.
Aming mengatakan, meskipun seni yang konsisten berkembang di sanggar itu adalah seni lukis, namun di komunitas SOS, yang berdiri sejak tahun 1960-an itu, tidak tertutup peluang bagi mereka yang memiliki bakat seni lain, seperti teater, seni suara, dan lain-lain.
SELAIN sebagai komunitas yang membuka diri bagi siapa pun, kedua sanggar itu memiliki kesamaan lain. Keduanya berada di Babakan Siliwangi, sebuah ruang terbuka hijau (RTH) berupa hutan kota yang terletak di Jalan Siliwangi, Bandung, Jawa Barat (Jabar). Tempat yang dibangun sejak tahun 1960-an ini ditumbuhi berbagai jenis pohon, seperti angsana, palem, duku, dan berbagai jenis pohon lain yang biasanya tumbuh di hutan. Bahkan, terdapat puluhan titik mata air yang salah satunya memiliki debit 0,7 liter per detik.
Atas dasar itulah, ditambah data yang terdapat dalam peta geologi Bandung, daerah yang berada pada ketinggian hampir 800 meter di atas permukaan laut (dpl) ini termasuk ke dalam daerah inti resapan air. Menurut peta tersebut, sebagian besar daerah Bandung di wilayah utara dan barat, yang tanahnya mengandung tufa berbatu apung dan tufa pasiran, adalah daerah inti resapan air, termasuk kawasan Babakan Siliwangi. "Dengan kondisi tanah yang seperti itu, idealnya daerah Bandung utara dan barat banyak ditumbuhi pepohonan untuk menyimpan cadangan air," ujar anggota Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) Sobirin.
Namun, kondisi itu tampaknya tidak terlihat di lapangan. Banyak ruang terbuka hijau yang sudah beralih fungsi menjadi permukiman dan industri, termasuk daerah Babakan Siliwangi yang sudah direncanakan akan diubah menjadi bangunan apartemen, hotel, mal, rumah makan, serta pusat studi dan budaya Sunda.
Kepala Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bandung Edi Siswadi mengungkapkan, saat ini Kota Bandung telah berkembang pesat dari sisi ekonomi maupun kependudukan. "Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung menilai kawasan Babakan Siliwangi yang selama ini masih memiliki banyak ruang terbuka dapat dimanfaatkan untuk pengembangan usaha masyarakat. Jadi, kami memutuskan untuk bekerja sama dengan pihak swasta untuk mengelola kawasan itu," kilah Edi Siswadi.
"Berdasarkan data yang kami peroleh, sebenarnya fungsi resapan air di kawasan itu sudah merosot tajam karena berkembangnya permukiman di sekitar daerah itu. Jadi, kami justru mengharapkan peran investor untuk mengembalikan fungsi resapan air di kawasan itu dengan teknologi tinggi," tutur Edi.
Selanjutnya, di hadapan para anggota DPRD Kota Bandung beberapa waktu lalu, para calon investor mengemukakan rencana pembangunan kawasan itu yang telah disepakati Pemkot Bandung melalui Bappeda Bandung. Dalam rencana itu, 20 persen dari luas lahan akan dibangun menjadi apartemen untuk para mahasiswa, mal, hotel, butik, pusat seni dan amfiteater, rumah makan, serta pusat studi dan budaya Sunda. Sementara itu, sisa luas lahan di kawasan itu tetap dikuasai Pemkot Bandung, tetapi investor mempunyai hak untuk mengelolanya.
BEBERAPA saat setelah Pemkot Bandung mengemukakan rencana itu, reaksi keras pun muncul dari berbagai kalangan. Umumnya mereka menyayangkan rencana itu, apalagi jika melihat kondisi RTH di Kota Bandung kian berkurang saja dari waktu ke waktu.
"Kami khawatir jika pembangunan di kawasan itu menjadi tidak terkendali. Memang investor hanya boleh membangun 20 persen dari luas lahan di daerah itu, namun mereka kan diperkenankan untuk mengelola sisa lahan yang lain. Ini bisa merusak lingkungan di daerah itu. Seharusnya, Pemkot Bandung mewajibkan investor memelihara 80 persen kawasan itu yang merupakan hutan Kota Bandung," kata anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) DPRD Kota Bandung Lia Noer Hambali.
Data dari DPKLTS memperlihatkan, dari 16.726 hektar luas Kota Bandung dengan jumlah penduduk 2,5 juta, luas RTH-nya hanya sekitar 1,44 persen. Selain itu, jumlah pohon yang ada di Bandung hanya sekitar 650.000, padahal idealnya 1.250.000 pohon. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota, Pasal 8 Ayat 3 disebutkan bahwa persentase luas hutan kotanya saja-tidak termasuk taman kota dan pekarangan rumah-paling sedikit harus mencapai 10 persen dari luas seluruh wilayah kota.
Aming sebagai perwakilan dari kelompok budayawan menyatakan rasa penyesalannya yang begitu mendalam. Menurut dia, pemikiran orang-orang yang membuat rencana untuk mengubah Babakan Siliwangi ini hanya berlandaskan pada faktor legalitas dan mengejar pemasukan untuk pendapatan asli daerah (PAD), tanpa berlandaskan pada moral.
"Kalau mereka berpikir dengan berlandaskan pada moral, mereka tidak akan menghilangkan sebuah daerah dan komunitas budayawan yang berkonsep natural system ini dengan seenaknya," ujar Aming dengan geram. (IYA/EVY)

Sanggar Seni “Baksil” Direlokasi ke Jln. Tamansari Pemkot Tunggu PT EGI Lakukan Revitalisasi

BANDUNG, (PR).-Sanggar seni di Babakan Siliwangi (Baksil), Kota Bandung diminta segera pindah ke Pasar Seni, Jln. Tamansari, yang telah selesai dibangun PT Esa Gemilang Indah (PT EGI). Permintaan pindah itu, terkait projek pembangunan rumah makan oleh PT EGI akan segera dimulai. Kepala Dinas Pariwisata Kota Bandung, H.M. Askary mengatakan hal itu, saat ditemui di sela-sela pembukaan Festival Kuliner India di Hotel Horison, Bandung, Senin (25/8).
“Kami keukeuh merelokasi mereka. Sebab, para seniman itu dulunya juga ditempatkan di Babakan Siliwangi oleh pemerintah. Jadi, mereka menggunakan tanah milik pemerintah. Sekarang kalau pemiliknya mau pake, ya mereka harus mau dong direlokasi,” ujarnya dengan nada tinggi.
Pemkot Bandung menargetkan relokasi sanggar seni Babakan Siliwangi, selesai akhir tahun ini. Dari sisi lokasi, kata Askary, Pasar Seni Tamansari jauh lebih strategis, karena berdekatan dengan Kebun Binatang Bandung. “Selain itu, tidak terlalu jauh dari lokasi mereka sebelumnya,” katanya.
Sementara itu, para seniman yang tergabung di Sanggar Olah Seni (SOS) menyatakan penolakannya terhadap upaya relokasi. Menurut Ketua SOS, Syarief Hidayat, suasana di Pasar Seni tidak menunjang proses kreativitas. Lokasi itu hanya menunjang dari sisi fungsi display karya seni, karena letaknya di pinggir jalan. “Babakan Siliwangi ini ibarat Ubudnya Bandung lah. Sulit dapat suasana seperti di Babakan Siliwangi di Kota Bandung,” ujarnya.
Syarief menjelaskan, para seniman akan mendesak pertemuan dengan Pj. Wali Kota Bandung Edi Siswadi atau Wali Kota Bandung terpilih Dada Rosada. “Kalau negosiasinya dengan Diparda lagi, kami gak mau. Kami ingin langsung bertemu dengan wali kota,” ujarnya.
Menunggu
Ahli planologi ITB Denny Zulkaidi, menyatakan curiga terhadap rencana revitalisasi Babakan Siliwangi. Pasalnya, Pemkot Bandung juga meminta kerja sama dengan ITB untuk pembangunan sarana parkir tiga lantai di bawah lapangan tenis dan basket di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga). “Alasannya untuk mempermudah akses mahasiswa dan dosen ITB. Hanya, jalan masuknya dari Jln. Babakan Siliwangi, bukan dari Jln. Dayangsumbi atau Jln. Tamansari,” katanya.
Kepala Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya (Distarcip) Kota Bandung Juniarso Ridwan, mengaku hingga saat ini masih menunggu keseriusan PT EGI merevitalisasi kawasan Babakan Siliwangi. Sejak izin penataan diterbitkan 29 Januari 2007, hingga saat ini PT EGI belum berbuat.
Ia menjelaskan, penataan Kawasan Babakan Siliwangi tidak diperkenankan membuat bangunan baru di luar tapak bangunan bekas restoran milik Pemkot Bandung yang terbakar 2004. “Izin sudah terbit, tinggal menunggu keseriusan PT EGI. Tidak benar kalau izinnya untuk kondominium,” ujarnya.
Berdasarkan catatan “PR”, Wali Kota Bandung Dada Rosada (saat itu) dan Direktur Utama PT EGI, Willy Sunaryo, telah menandatangani perjanjian kerja sama penataan dan pembangunan Kawasan Babakan Siliwangi di Jln. Siliwangi, Kel. Lebak Siliwangi Kec. Coblong, Kota Bandung. Bentuk kerja sama adalah Build-Operate-Transfer (BOT), berlaku selama 20 tahun sejak ditandatangani kerja sama tersebut. Dari sekitar 8 hektare dikerjasamakan, yang dapat dibangun pengembang dan pusat budaya Sunda hanya 2,197 hektare. (A-156)***
http://newspaper.pikiran-rakyat.co.id/prprint.php?mib=beritadetail&id=29776
PETISI SELAMATKAN BABAKAN SILIWANGI SEBAGAI RUANGTERBUKA HIJAU..

Sahabat2 arsitektur yang budiman,Warga kota Bandung sedang resah luar biasa, karena hutan kota BabakanSiliwangi akan dikonversi menjadi kawasan komersial. Ijin sudah keluar. Tapi masih adasedikit waktu untuk menyetop itu dengan opini publik yang kuat. Mohon dukungannya bagiyang mencintai kota yang sejuk, yang menyayangi Bandung dan yang inginmempertahankan Babakan Siiwangi sebagai taman terbuka hijau untuk semua orang. Silakan mengisi petisi ini bagi yg sepaham. tolong disebarkan sebanyak-banyak2 ke semua networking kita, demi kota yglebih hijau dan manusiawi.

http://www.petitiononline.com/baksil/petition.html

Marilah kita selamatkan SOS dengan Petisi !

Isi Petisi :

To: Pejabat Pemerintah Kota Bandung dan Pengusaha Developer terkait

1. Bandung adalah milik bersama. Oleh karena itu setiap warga Bandung berhak untuk ikut berpartisipasi dalam menentukan masa depan kotanya.

2. Pemerintah kota mengemban amanah agar membawa Bandung menjadi kota yang memiliki tingkat kenyamanan berhuni, sosial dan ekologis yang sangat tinggi.

3. Sebagai salah satu syarat untuk mencapai tingkat kenyamanan berhuni adalah disediakannya ruang terbuka hijau yang tidak saja berfungsi sebagai paru-paru kota, tapi juga untuk kepentingan sosial warga kota dalam berkehidupan sehari-hari.

4. Pemerintah kota Bandung harus mampu mencapai target ruang terbuka hijau sebesar 30 persen dari luas total kota. Oleh karena itu Babakan Siliwangi sebagai bagian dari sistem ruang terbuka hijau Bandung harus dipertahankan keberadaannya.

5. Menolak komersialisasi Babakan Siliwangi.

Sebuah Perjuangan telah diteruskan lagi !!!!

Selamat Datang Kawan kawan, blog khusus ini telah diciptakan untuk meneruskan sebuah perjalanan tentang perjuangan mempertahankan SOS, Sanggar Olah Seni yang akan dilibas oleh sebuah ambisi membangun sebuah apartment di kota Bandung. Marilah kita perjuang kembali mempertahankan SOS, Save SOS !