Rabu, 01 Oktober 2008
Sanggar Seni “Baksil” Direlokasi ke Jln. Tamansari Pemkot Tunggu PT EGI Lakukan Revitalisasi
BANDUNG, (PR).-Sanggar seni di Babakan Siliwangi (Baksil), Kota Bandung diminta segera pindah ke Pasar Seni, Jln. Tamansari, yang telah selesai dibangun PT Esa Gemilang Indah (PT EGI). Permintaan pindah itu, terkait projek pembangunan rumah makan oleh PT EGI akan segera dimulai. Kepala Dinas Pariwisata Kota Bandung, H.M. Askary mengatakan hal itu, saat ditemui di sela-sela pembukaan Festival Kuliner India di Hotel Horison, Bandung, Senin (25/8).
“Kami keukeuh merelokasi mereka. Sebab, para seniman itu dulunya juga ditempatkan di Babakan Siliwangi oleh pemerintah. Jadi, mereka menggunakan tanah milik pemerintah. Sekarang kalau pemiliknya mau pake, ya mereka harus mau dong direlokasi,” ujarnya dengan nada tinggi.
Pemkot Bandung menargetkan relokasi sanggar seni Babakan Siliwangi, selesai akhir tahun ini. Dari sisi lokasi, kata Askary, Pasar Seni Tamansari jauh lebih strategis, karena berdekatan dengan Kebun Binatang Bandung. “Selain itu, tidak terlalu jauh dari lokasi mereka sebelumnya,” katanya.
Sementara itu, para seniman yang tergabung di Sanggar Olah Seni (SOS) menyatakan penolakannya terhadap upaya relokasi. Menurut Ketua SOS, Syarief Hidayat, suasana di Pasar Seni tidak menunjang proses kreativitas. Lokasi itu hanya menunjang dari sisi fungsi display karya seni, karena letaknya di pinggir jalan. “Babakan Siliwangi ini ibarat Ubudnya Bandung lah. Sulit dapat suasana seperti di Babakan Siliwangi di Kota Bandung,” ujarnya.
Syarief menjelaskan, para seniman akan mendesak pertemuan dengan Pj. Wali Kota Bandung Edi Siswadi atau Wali Kota Bandung terpilih Dada Rosada. “Kalau negosiasinya dengan Diparda lagi, kami gak mau. Kami ingin langsung bertemu dengan wali kota,” ujarnya.
Menunggu
Ahli planologi ITB Denny Zulkaidi, menyatakan curiga terhadap rencana revitalisasi Babakan Siliwangi. Pasalnya, Pemkot Bandung juga meminta kerja sama dengan ITB untuk pembangunan sarana parkir tiga lantai di bawah lapangan tenis dan basket di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga). “Alasannya untuk mempermudah akses mahasiswa dan dosen ITB. Hanya, jalan masuknya dari Jln. Babakan Siliwangi, bukan dari Jln. Dayangsumbi atau Jln. Tamansari,” katanya.
Kepala Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya (Distarcip) Kota Bandung Juniarso Ridwan, mengaku hingga saat ini masih menunggu keseriusan PT EGI merevitalisasi kawasan Babakan Siliwangi. Sejak izin penataan diterbitkan 29 Januari 2007, hingga saat ini PT EGI belum berbuat.
Ia menjelaskan, penataan Kawasan Babakan Siliwangi tidak diperkenankan membuat bangunan baru di luar tapak bangunan bekas restoran milik Pemkot Bandung yang terbakar 2004. “Izin sudah terbit, tinggal menunggu keseriusan PT EGI. Tidak benar kalau izinnya untuk kondominium,” ujarnya.
Berdasarkan catatan “PR”, Wali Kota Bandung Dada Rosada (saat itu) dan Direktur Utama PT EGI, Willy Sunaryo, telah menandatangani perjanjian kerja sama penataan dan pembangunan Kawasan Babakan Siliwangi di Jln. Siliwangi, Kel. Lebak Siliwangi Kec. Coblong, Kota Bandung. Bentuk kerja sama adalah Build-Operate-Transfer (BOT), berlaku selama 20 tahun sejak ditandatangani kerja sama tersebut. Dari sekitar 8 hektare dikerjasamakan, yang dapat dibangun pengembang dan pusat budaya Sunda hanya 2,197 hektare. (A-156)***
http://newspaper.pikiran-rakyat.co.id/prprint.php?mib=beritadetail&id=29776
“Kami keukeuh merelokasi mereka. Sebab, para seniman itu dulunya juga ditempatkan di Babakan Siliwangi oleh pemerintah. Jadi, mereka menggunakan tanah milik pemerintah. Sekarang kalau pemiliknya mau pake, ya mereka harus mau dong direlokasi,” ujarnya dengan nada tinggi.
Pemkot Bandung menargetkan relokasi sanggar seni Babakan Siliwangi, selesai akhir tahun ini. Dari sisi lokasi, kata Askary, Pasar Seni Tamansari jauh lebih strategis, karena berdekatan dengan Kebun Binatang Bandung. “Selain itu, tidak terlalu jauh dari lokasi mereka sebelumnya,” katanya.
Sementara itu, para seniman yang tergabung di Sanggar Olah Seni (SOS) menyatakan penolakannya terhadap upaya relokasi. Menurut Ketua SOS, Syarief Hidayat, suasana di Pasar Seni tidak menunjang proses kreativitas. Lokasi itu hanya menunjang dari sisi fungsi display karya seni, karena letaknya di pinggir jalan. “Babakan Siliwangi ini ibarat Ubudnya Bandung lah. Sulit dapat suasana seperti di Babakan Siliwangi di Kota Bandung,” ujarnya.
Syarief menjelaskan, para seniman akan mendesak pertemuan dengan Pj. Wali Kota Bandung Edi Siswadi atau Wali Kota Bandung terpilih Dada Rosada. “Kalau negosiasinya dengan Diparda lagi, kami gak mau. Kami ingin langsung bertemu dengan wali kota,” ujarnya.
Menunggu
Ahli planologi ITB Denny Zulkaidi, menyatakan curiga terhadap rencana revitalisasi Babakan Siliwangi. Pasalnya, Pemkot Bandung juga meminta kerja sama dengan ITB untuk pembangunan sarana parkir tiga lantai di bawah lapangan tenis dan basket di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga). “Alasannya untuk mempermudah akses mahasiswa dan dosen ITB. Hanya, jalan masuknya dari Jln. Babakan Siliwangi, bukan dari Jln. Dayangsumbi atau Jln. Tamansari,” katanya.
Kepala Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya (Distarcip) Kota Bandung Juniarso Ridwan, mengaku hingga saat ini masih menunggu keseriusan PT EGI merevitalisasi kawasan Babakan Siliwangi. Sejak izin penataan diterbitkan 29 Januari 2007, hingga saat ini PT EGI belum berbuat.
Ia menjelaskan, penataan Kawasan Babakan Siliwangi tidak diperkenankan membuat bangunan baru di luar tapak bangunan bekas restoran milik Pemkot Bandung yang terbakar 2004. “Izin sudah terbit, tinggal menunggu keseriusan PT EGI. Tidak benar kalau izinnya untuk kondominium,” ujarnya.
Berdasarkan catatan “PR”, Wali Kota Bandung Dada Rosada (saat itu) dan Direktur Utama PT EGI, Willy Sunaryo, telah menandatangani perjanjian kerja sama penataan dan pembangunan Kawasan Babakan Siliwangi di Jln. Siliwangi, Kel. Lebak Siliwangi Kec. Coblong, Kota Bandung. Bentuk kerja sama adalah Build-Operate-Transfer (BOT), berlaku selama 20 tahun sejak ditandatangani kerja sama tersebut. Dari sekitar 8 hektare dikerjasamakan, yang dapat dibangun pengembang dan pusat budaya Sunda hanya 2,197 hektare. (A-156)***
http://newspaper.pikiran-rakyat.co.id/prprint.php?mib=beritadetail&id=29776
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar